KETRAMPILAN
BERBAHASA
1.1 BAHASA
Sebelum membahas ketrampilan berbahasa, seorang
pendidik harus memahami apa yang disebut bahasa atau definisi dan ruang lingkap
bahasa terlebih dahulu. Dengan adanya pemahaman yang tepat tentang bahasa,
pendidik akan memiliki pemahaman yang benar, sehingga, mampu memberikan cara
pembelajaran bahasa yang tepat sesuai dengan kebutuhan muridnya.
Bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat
untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana,
1993:21). Dari
dua definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa bahasa harus memiliki sistem, berwujud simbol, yang kita lihat, kita
dengar dalam lambang, serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam
berkomunikasi.
Bahasa
digunakan oleh manusia dalam segala aktivitas kehidupan. Hakikatnya untuk
mengganti, individual, kooperatif, dan sebagai alat komunikasi (pateda dan
yeni, 1993:5). Dengan demikian bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam
kehidupan manusia, karena dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi dan
memenuhi kebutuhannya sebagai mahluk sosial.
Bahasa yang digunakan dalam
komunikasi sebenarnya melalui proses yang disebut proses bahasa. Seseorang yang
sedang berbicara sesungguhnya menghasilkan bunyi-bunyi yang kita ketahui
atau asing. Bunyi bahasa yang kita
mengerti menandakan bahwa pembicara memiliki bahasa yang sama dengan kita
(Pateda, 1990:27-28). Apabila proses menggunakan bunyi-bunyi bahasa tersebut
dapat berjalan dengan baik, maka akan terjadi komunikasi yang baik antar sesamanya.
Moulton mengemukakan proses berbahasa yang terjadi
dalam diri manusia pada saat berkomunikasi melalui sebelas tahapan. Tahapan
tersebut adalah membuat
kode semantik (makna), membuat
kode gramatikal (susunan bentuk kata),
membuat
kode fonologis (fungsi bunyi), perintah
ke otak, gerakan alat ucap, bunyi berupa getaran, perubahan getaran
melalui telinga pendengar, getaran
diteruskan ke otak, pemecahan
kode fonologis, pemecahan
kode gramatikal dan pemecahan
kode semantik.
Kesebelas tahapan
berbahasa di atas, dilalui tanpa sadar dan tanpa dipikirkan oleh manusia.
Namun, jika tahapan atau proses berbahasa tersebut tidak berjalan dengan baik
maka komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya,
pembicara tidak dapat membuat kode fonologis yang sesuai dengan kode semantik
yang diinginkan. Jika pembicara tidak dapat membuat kode fonologis tersebut,
maka pendengar tidak akan memahami maksud pembicara atau akan terjadi kesalahpahaman antar
keduanya.
Pada tahap anak usia dini, proses berbahasa dapat
berjalan baik apabila ia mampu membuat kode-kode bahasa baik semantik,
gramatikal dan fonologis dengan baik. Jika itu dapat dilakukan, maka, ia akan
mampu melaksanakan komunikasi dengan baik. Kemampuan membuat kode tersebut
harus ditunjang dan didukung oleh guru dan orang tua untuk dapat membuat ketiga
kode tersebut dengan baik.
Ketidakmampuan anak membuat kode bahasa dapat
dikarenakan kosa kata ynag masih sedikit, dan orang tua tidak memberitahu kode
fonologis yang benar sesuai dengan kode semantiknya. Misalnya untuk menyatakan
buang air besar adalah nyenyen ketika
ada tamu. Kata nyenyen tidak memiliki
arti apa-apa dan bukan merupakan bahasa baik bahasa daerah atau pun bahasa
Indonesia. Hal ini akan menyebabkan anak tidak dapat menyampaikan keinginannya
untuk buang air besar dengan baik dan orang lain tidak dapat memahami
kata-katanya, kecuali si pembuat kode yaitu orang tua.
Untuk menjalankan tugasnya dengan baik guru bahasa
harus merumuskan latihan-latihan yang akan dilakukan di kelas. Latihan-latihan
yang dimaksud adalah memperkaya kosa kata anak dan lainnya.
Selain itu, seorang guru juga harus tahu delapan
prinsip bahasa yang merupakan hakikat bahasa. Kedelapan prisip adalah sebagai
berikut.
1)
Bahasa adalah sebuah sistem
Suatu
sistem dengan pola yang kompleks dan suatu struktur dasar. Di dalam bahasa
terdapat ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai dalam interaksi komunikasi
dengan orang lain.
2)
Bahasa adalah vokal atau bunyi
Hanya
ada satu bunyi dalan satu vokal. Hal ini, dipelajari dalam fonologi, yaitu
membahas masalah fonemik dan fonetik.
3)
Bahasa tersusun dari lambang-lambang
yang arbiter
Arbitrer
berarti mana suka. Artinya dalam sebuah bahasa hubungan antara lambang dan
makna bersifat mana suka.
4)
Setiap bahasa bersifat unik, mempunyai
ciri khas
Pola
pada setiap bahasa akan berbeda-beda. Perbedaan itu bersifat unik dan memiliki
ciri khas untuk membedakan masing-masing.
5)
Bahasa dibangun atas kebiasan-kebiasaan
6)
Bahasa sebagai sarana komunikasi
Bahasa
merupakan sarana yang utama dalam komunikasi, tanpa bahasa seseorang tidak
dapat berinteraksi, meneksprikan gagasan kepada orang lain.
7)
Bahasa berhubungan dengan budaya
setempat
Bahasa
yang dipakai seseorang akan mencerminkan kebudayaan dan kehidupan pribadinya.
8)
Bahasa itu berubah dan dinamis
Bahasa
itu selalu berubah, karena bahasa bersifat dinamis. Sebagai contoh untuk
mengungkapkan satu pokok pikiran ada beberapa pola kalimat untuk
menjelaskannya.
1.2 KOMPONON KETRAMPILAN BERBAHASA
Keterampilan berbahasa
mempunyai ernpat komponen yaitu:
1) keterampilan menyimak (listening skills)
2) keterampilan berbicara (speaking skills)
3)
keterampilan mernbaca (reading
skills)
4)
ketrarnpilan menulis (writing
skills)
Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan
tiga keterampilan lainnya dengan
cara yang beraneka-ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada
masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya
merupakan suatu kesatuan, merupakan catur tunggal.
Komponen
ketrampilan bahasa tersebut dapat dikuasai seseorang dengan cara belajar baik
di pendidikan formal ataupun nonformal. Pendidikan formal yang dimaksud adalah
pendidikan di usia dini, sekolah dasar, dan seterusnya. Sedangkan pendidikan
nonformal yaitu pendidikan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
Penguasaan
dan penggunaan ketrampilan berbahasa antara satu anak dengan lainnya
berbeda-beda. Hal itu tergantung pada bakat anak dan pengaruh pendidikan yang
menyertainya. Hal ini terjadi mengingat bahwa berbahasa (menyimak, berbicara,
membaca dan menulis) adalah suatu ketrampilan yang harus terus menerus
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anak.
Untuk
mendapatkan gambaran lebih jelas tentang komponen ketrampilan berbahasa tersebut, maka seluruh komponen
ketrampilan berbahasa akan dibahas secara terperinci pada bab selanjutnya.
Komponen yang dimaksud adalah menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
1.2.1 MENYIMAK
Menyimak
disebut juga mendengar, yaitu kemampuan seseorang untuk mendengarkan informasi.
Mendengarkan sebagai salah satu ketrampilan berbahasa bukan hanya mendengarkan
secara pasif. Tapi, dapat memahami dan merespon bahan atau materi yang
didengar.
Menyimak
adalah salah satu ketrampilan berbahasa yang berada pada lapisan pertama.
Sebagai ketrampilan, menyimak menempati peran penting dalam kehidupan
sehari-hari. Menyimak merupakan kegiatan yang mendengarkan dengan seksama
dengan dapat memahami arti, atau pokok pembicaraan. Sebagai contoh, ketika
seseorang melakukan kegiatan menyimak dengan baik, maka ia akan mampu menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang
tidak melakukan kegiatan menyimak dengan baik, maka ia tidak dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Menyimak
adalah proses kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh pengertian,
pemahaman dan apreriasi serta informasi, menangkap isi dan memahami makna
komunikasi yang disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan
(Tarigan, 1990:28). Sedangkan menurut Arono (2009) menyimak adalah kemampuan,
kesanggupan, kecakapan seseorang menerima dan memahami apa yang diucapkan atau
dibaca orang lain. Definisi tersebut diperkuat oleh Samsoerizal (2009), ia
menyatakan bahwa menyimak menekankan pada pemahaman terhadap bahan simakan yang
memerlukan ketrampilan aktif karena menyimak harus merekonstruksi pesan yang
dimaksud oleh pembicara dan mengambangkan secara aktif baik secara linguistik
maupun nonlinguistik.
Dari
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah kegiatan mendengarkan
suatu informasi, kemudian memahaminya dan dapat mengembangkan bahan simakan
tersebut secara kreatif. Suyono (1997:44) menyatakan bahwa menyimak dapat
dipandang dari berbagai segi, diantaranya menyimak sebagai suatu sarana,
ketrampilan, seni, proses, respon, dan pengalaman kreatif.
Tumbuhnya perhatian pengajaran pada pengajaran menyimak sebagai salah satu ketrampilan
berbahasa sebagai sarana penting penerimaan komunikasi dapat dilihat dari
berbagai literatur. Meningkatnya kepentingan dan kegunaan menyimak menjadi salah
satu hal yang penting dalam pengajaran.
Pentingnya pengajaran menyimak bagi
siswa akan memberikan hasil bahwa siswa yang mampu menyimak dengan baik akan
dapat memahami pesan yang disampaikan dengan baik pula, begitu pula sebaliknya,
jika dalam pengajaran tidak diterapkan dasar menyimak pada siswa, maka siswa
tidak mampu memahami makna komunikasi yang disampaikan. Oleh karena itu, tugas
seorang pengajar atau pendidik adalah dapat memberi arahan atau cara dan
bagaimana menjadi penyimak yang baik, sehingga menghasilkan pemahaman yang
benar.
1.2.1.1
Tujuan
Menyimak
Tujuan
menyimak adalah untuk menangkap atau memahami pesan, ide serta gagasan yang
terdapat dalam materi atau bahan simakan. Dengan demikian, tujuan tersebut
dapat diperinci sebagai berikut:
1) untuk memperoleh fakta
2) untuk menganalisis fakta
3) untuk mengevaluasi fakta
4) untuk mendapatkan inspirasi
5) untuk mendapatkan hiburan.
Guru pada Pendidikan Anak Usia Dini dapat mengadakan
kegiatan menyimak
pada siswa untuk mendapatkan hiburan,
dan menjelaskan fakta. Misalnya bahan simakan berupa hikmah dari cerita kancil
yang sombong, selain untuk hiburan siswa dapat memahami fakta bahwa sikap
sombong tidak baik dan akan membawa seseorang dalam keadaan yang hina dan tidak
disenangi oleg orang lain.
1.2.1.2
Langkah-Langkah
Menyimak
Ada
beberapa aktivitas yang harus dilakukan pada saat menyimak. Irwin dan
Rosenberger (dalam Sutoyo, 1997:45) mengemukakan 4 langkah dalam proses
menyimak yaitu:
1) mendengar
penyimak harus memiliki panca indra yang cukup baik dan memiliki
kemampuan menginterpretasi pesan secara penuh
2) memahami
penyimak harus memahami makna yang diungkapkan pembicara
3) mengevaluasi
penyimak memutuskan menerima atau menolak pesan tersebut
4) merespon
penyimak mampu memberi saran kepada pembaca.
Keempat
langkah tersebut sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58) yang menyatakan
bahwa menyimak tidak hanya sebatas mendengar (hearing), tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang
disampaikan oleh pembicara, menafsirkan (interpreting)
butir-butir pendapat yang disimaknya dan menanggapi (responding) gagasan yang dikemukakan pembicara.
Pada
pendidikan anak usia dini, langkah-langkah ini belum berjalan maksimal, karena
mereka belum bisa untuk mengkoreksi dengan memberikan saran kepada pembicara,
tetapi mereka bisa meminta kepada pembicara untuk menceritakan ulang atau
bercerita dengan tema yang sama. Mereka juga memiliki cara merespon dengan yang
berbeda yaitu dengan cara bertanya jika belum memahami materi dan menyetujui
gagasan pembicara dengan berkata “Ya” atau “Kita paham” dan “Ayo berlatih”.
1.2.1.3
Faktor Keberhasilan menyimak
Ada
empat hal yang mempengaruhi keberhasilan menyimak yaitu unsur pembicara,
materi, penyimak dan situasi. Berikut penjabaran masing-masing.
1) Pembicara
Pembicara
harus menguasai materi, percaya diri, berbicara sistematis dengan volume suara
yang cukup, harus menarik perhatian siswa dan memiliki materi dan penyampaian
yang bervariasi.
2) Materi
Materi yang
diberikan harus menyenangkan seperti cerita hewan, kisah nabi, dan lain
sebagainya, bermanfaat, menggunakan media yang menyenangkan.
3) Penyimak
Penyimak diharapkan dalam kondisi yang baik, berkonsentrasi, memiliki
minat dalam menyimak.
4) Situasi
Unsur ini mencakup waktu dan suasana.
a) Waktu penyimakan
Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan kegiatan
menyimak dari pada siang hari. Hal ini dapat dilakukan pada jam pertama
pelajaran dimulai.
b) Suasana penyimakan
Suasana merupakan kedaan pada saat atau proses menyimak terjadi.
Suasana menyimak harus menyenangkan dan untuk mendapat hasil yang maksimal,
maka materi harus sesuai dengan suasana. Misalnya, bulan Ramadan adalah suasana
yang baik untuk menyimak hal-hal religius dan ringan, bulan Agustus cocok untuk
menceritakan kepahlawanan di Indonesia.
1.2.1.4
Belajar
dengan Menyimak
Mempelajari bahasa dapat dilakukan dengan cara
menyimaknya, menirunya dan mempraktekkannya. Tahap pertama adalah menyimak,
dalam pembelajaran bahasa, menyimak
bertujuan untuk mengetahui kosa kata, intonasi, bunyi dan makna yang dikandung
dalan satu kata atau kalimat. Dengan demikian
ia akan dapat menirukannya, dengan memperhatikan benar tidaknya bunyi,
intonasi dari kata atau kalimat yang diucapkan. Kedua tahap tersebut tidak akan
dipahami oleh seseorang jika tidak mempraktekkannya. Maka ada beberapa langkah
yang dapat dilakukan seseorang dalam pembelajan
bahasa dengan menyimak.
Langkah
pertama, menentukan makna, seorang guru harus menerangkan makna setiap ekspresi
atau kalimat baru yang hendak diajarkan pada siswa.
Langkah
kedua, memperagakan ekspresi. Seorang gruru harus mengucapkan pokok dan hal baru itu beberapa kali, agar siswa
dapat memahaminya
Langkah
ketiga, menyuruh mengulangi. Seorang guru hendaknya meminta siswa untuk
mengulangi apa yang disebutkan dan diperagakan sebelumnya.
Langkah
keempat, memberikan latihan ekstensif.
1.2.1.5
Penyimak yang Baik
Ada
beberapa langkah untuk menjadi penyimak yang baik. Hal ini bermanfaat untuk
meningkatkan keterampilan menyimak, terutama pada perilaku menyimak. Langkah-langkah
ini harus diketahui penyimak dan guru yang akan melakukan kegiatan menyimak
untuk muridnya. Berikut penjelasan masing-masing.
1) Menerima keanehan pembicara
Setiap
orang memiliki ciri khas yang berbeda dengan orang lain. Ciri khas tersebut
disebut idiolek. Setiap ciri khas akan menunjukkan pada kehidupan, budaya, dan
cara berpikinya. Perbedaan tersebut akan
dirasa aneh oleh orang lain yang dapat disebabkan oleh perbedaan wilayah,
fisik, dan psikologis masing-masing.
Penyimak
yang baik akan menerima perbedaan cara berbicara pada seorang pembicara dan
tidak menganggapnya sebagai lelucon yang harus ditertawakan atau dihinakan.
Dengan adanya penerimaan cara berbicara orang, ia akan berusaha memahami isi
materi yang disampaikan.
Pada anak
usia dini, sikap menerima keanehan dan ciri berbicara orang yang berbeda atau
lebih dikenal dengan cara berbicara “agak aneh” tidak begitu saja tumbuh dalam
dirinya. Sikap mau menerima dan mengerti harus dipandu atau diarahkan dan
dijelaskan oleh guru. Dengan adanya mau menerima keanehan orang lain, maka ia
sudah menjalankan sikap menghargai orang lain.
2) Memperbaiki sikap
Memperbaiki
sikap adalah upaya diri seseorang untuk menyimak secara optimal dan menghilang sikap tidak mengacuhkan materi
pembicaraan yang sedang berlangsung. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
menghormati pembicara dengan mendengarkannya.
3) Memperbaiki lingkungan
Lingkungan
yang dapat merusak konsentrasi harus dihilangkan agar tidak menghambat proses
dan kegiatan menyimak yang sedang berlangsung. Misalnya, menghentikan tangisan
murid yang lain agar suara guru dapat terdengar dan konsentrasi yang lainnya
tidak terganggu.
4) Tidak memotong pembicara dalam
menjelaskan materi
Guru harus memberi pengertian bahwa menyela
pembicaraan orang lain atau pun guru
tidak baik. Dengan demikian, guru harus memberikan waktu khusus untuk
anak bertanya dan mengomentari.
5) Membuat catatan
Membuat
catatan tentang materi menyimak membantu penyimak memahami dan menemukan
informasi baru atau membedakan antara informasi lama dan informasi baru.
Pada anak
usia dini, mereka harus belajar mencatat lambang dan bunyi-bunyi bahasa dengan
panduan guru. Misalnya A ada dua macam yaitu A dan a dengan perincian A adalah huruf kapital dan a adalah huruf
kecil.
6) Menyimak secara rasional
Menyimak
membutuhkan ketelitian dan kesunggguhan dengan menggunakan daya pikir yang
rasional. Artinya, bahan simakan harus dapat dilogikakan dengan teori yang
sudah ada dan masuk akal.
Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, guru harus mengambil bahan atau materi pelajaran
yang bisa dicerna oleh akal dan bersifat logis. Misalnya, mengajarkan cara
berdoa yang baik dan alasannya. Jika
tidak menyampaikannya secara logis,
maka murid akan memiliki pemahaman yang tidak logis atau “karena
begitulah kata Bu Guru”.
7) Berlatih menyimak bahan-bahan yang
sulit
Berlatih
menyimak bukan hanya untuk menyimak secara kebetulan, tetapi harus membiasakan
diri menyimak dengan sengaja dan penuh ketelitian untuk mendapat pemahaman yang
dalam. Bahan simakan bahasa baik dalam bentuk kalimat atau lainnya dapat
dijadikan bahan simakan yang bermutu dengan mencari kesalahan kalimat dan
menganalisisnya.
Pada taraf
ini, anak usia dini hendaknya memiliki materi yang bervariasi atau beraneka
ragam. Tidak hanya tentang satu materi yang sudah umum dan selalu diulang-ulang.
Misalnya, guru menceritakan kisah Nabi Muhammad pada pertemuan pertama hari
Senin dan Nabi Ibrahim pada hari Selasa. Guru dapat meminta siswa untuk
menceritakan kembali kisah Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim pada hari Rabu, dan
mencari hikmah di balik kisah dua nabi tersebut.
8) Memanfaatkan waktu secara bijaksna
Memanfaatkan
waktu dengan sebaik mungkin untuk menyimak akan membiasakan seseorang memahami
hal, informasi baru sehingga otak dapat bekerja secara optimal. Hal ini juga
akan bermanfaat untuk mendapat pengalaman dan pengetahuan yang luas.
Agar tujuan dapat dicapai sesuai dengan harapan, bahwa seseorang dapat
menyimak dengan baik, maka harus ada siasat dalam menyimak, yaitu dengan cara:
a)
membuang prasangka
b)
memanfaatkan
umpan balik nonverbal dan menggunakan umpan balik verbal
c)
mengemukakan
pertanyaan yang jitu dan beguna
d)
mempraktekkan
segala infomasi yang ada sesuai dengan situasi dan tujuan masing-masing.
Keempat cara tersebut, belum bisa
dipahami anak usia dini. Oleh sebab itu, peranan guru dalam mengarahkan dan
membimbing siswa sangat perlu untuk mendapatkan pemahaman yang baik dan benar.
1.2.1.6 Penyimak Jelek
Ada beberapa sikap yang harus
dihindari agar tidak menjadi penyimak yang jelek, yaitu penyimak yang tidak
dapat memahami ujaran. Berikut sikap penyimak yang jelek.
1)
Tidak mau
menerima keanehan sang pembicara
2)
Tidak mau
memperbaiki sikap
3)
Tidak mau memperbaiki
lingkungan
4)
Tidak dapat
menahan diri
5)
Tidak mau
membuat catatan
6)
Tidak mau
memahami tujuan khusus
7)
Tidak memanfaat
waktu secara bijak
8)
Tidak dapat
menyimak secara rasional
9)
Tidak mau
berlatih menyimak hal-hal yang sulit
1.2.1.7 Faktor
yang Mempengaruhi Menyimak
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menyimak. Hunt (dalam
Tarigan, 1980:97) menyatakan ada lima faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu
sikap, motivasi, pribadi, situasi kehidupan, dan peranan dalam masyarakat. Webb
menambahkan faktor-faktor tersebut dengan pengalaman, pembawaan, sikap atau
pendirian, motivasi atau daya pengerak dan pebedaan jenis kelamin dan seks. Ada
pula pakar yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi menyimak dalah faktor
lingkungan, yang terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial, fakto
fisik, faktor psikologis, dan faktor pengalaman.
1) Faktor fisik
Faktor
fisik dapat berupa fisik penyimak dan fisik lingkungan tempat menyimak
berlangsung. Faktor fisik sangat mempengaruhi keefektifan menyimak seseorang.
Lingkungan fisik merupakan modal penting yang menentukan keberhasilan proses
kegiatan menyimak. Sebagai contoh, ruangan yang terlalu sempit panas dan lembab
akan menganggu penyimak dalam memahami makna dan informasi yang diungkapkan
pembicara.
2) Faktor psikologis
Selain faktor fisik yang menghambat
kegiatan menyimak faktor psikologis juga sangat mempengaruhi proses menyimak
yang sedang berlangsung. Faktor-faktor psikologis mencakup masalah-masalah
sebagai berikut :
a)
prasangka dan kurangnya simpati
terhadap pembicara
b)
keegosentrisan
dan keasikan terhadap minat pribadi
c)
kepicikan
yang menyebabkan pandangan yang kurang luas
d)
kebosanan
dan kejenuhan
e)
sikap yang
tidak layak terhadap sekolah
3)
Faktor pengalaman
Seorang
penyimak yang mampu memahami materi atau bahan simakan dipengaruhi oleh faktor pengalaman.
Pengalaman akan mempengauhi cara bepikir, memecahkan masalah dan lain
sebagainya, sehingga, memberikan hasil pemahaman yang berbeda pula.
4) Faktor sikap
Sikap
yang mau bekerja sama dengan oarng lain dengan menghargai dan mau memahami
materi dan infomasi yang disampaikan akan membuat seseorang mendapatkan
pemahaman yang mudah dibandingkan dengan sikap acuh dan tidak peduli, dan sikap
egoisme yang ditonjolkan.
5) Faktor motivasi
Motivasi
adalah salah satu faktor penentu keberhasikan menyimak. Hal ini disebabkan oleh keinginan dan kemauan
serta kesanggupan untuk menyimak infomasi atau bahan simakan untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam. Motivasi untuk siswa di Pendidikan Anak Usia Dini
adalah peranan dan dukungan guru dan orang tuanya.
6) Faktor jenis kelamin
Ada
beberapa penelitian yang menyatakan bahwa cara pikir perempuan dan laki-laki
berbeda. Berikut perbedaan masing-masing.
Laki-laki: objektif, aktif, keras hati,
analisis, rasinal, tidak mau mundur, netral, berdikari dan menguasai emosi.
Sedangkan perempuan: subjektif, pasif,
simpatik, difusif, sensitif, mudah terpengaruh, cenderung memihak, mudah
mengalah, reseptif, dan emosinal.
7) Faktor peranan dalam masyarakat
Peranan
dalam masyarakat adalah status yang dimiliki seseorang dalam masyarakat.
Perbedaan status akan mempengaruhi cara menyimak dan cara berpikir seseorang.
Misalnya, seorang antropolog akan memiliki cara berpikir yang berbeda dengan
dokter, guru dengan petani mahasiswa dengan siswa SD, dan lain sebagainya.
1.2.2 BERBICARA
Linguis (pakar bahasa) berkata bahwa "speaking
is language". Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak. Pada saat itulah, kemampuan berbicara dipelajari.
Berbicara berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang
anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kebelum-matangan dalam
perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Juga
perlu kita sadari
bahwa keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya itu (Greene & Petty,
1971: 39- 40).
Ujaran (speech) merupakan suatu
bagian yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian,
mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan
pendidikannya. Aspek-aspek lain, seperti cara berpakaian atau mendandani pengantin, adalah bersifat eksternal,
tetapi ujaran sudah bersifat inheren, pembawaan.
Berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. sebagai perluasan dari
batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suata sistem tanda-tanda yang
dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang rnemanfaatkan sejumlah otot dan jaringan
otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.
Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang
memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologic, semantik, dan linguistik
sedemikian ekstensif, secara lugas sehingga
dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Dengan demikian maka berbicara itu bukan
hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau
kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang
disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau
penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak
hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan
pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat
menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta
antusias atau tidak (Mulgrave, 1954 : 3-4). Dengan demikian berbicara bukan
mengeluarkan bunyi tapi memberikan informasi kepada orang lain dengan suatu
cara tertentu yang membuat pendengar memahaminya.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomukasi.
Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka pembicara harus
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia
harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap
(para) pendengarnya; dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan,
baik secara umum maupun perorangan.
Bahasa dapat berfungsi beraneka ragam. Apakah sebagai
alat sosial (social tool) ataupun sebagai alat
perusahaan maupun profesional (business or
professional tool), maka pada dasarnya berbicara
mempunyai tiga maksud umum, yaitu :
1) memberitahukan, melaporkan (to
inform)
2) menjamu,
menghibur (to entertain)
3)
membujuk, mengajak, medesak, meyakinkan (to persuade).
Gabungan
atau campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan
misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu
begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan (Ochs and Winker, 1979:
9). Dari uraian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa berbicara adalah ketrampilan berbahasa yang produktif unruk
memberi informasi dan lainnya.
Selanjutnya perlu pula kita pahami beberapa prinsip umum
yang mendasari kegiatan
berbicara. Prinsip tersebut akan diuraikan sebgai berikut.
1)
Membutuhkan paling
sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal
ini sering terjadi, misalnya oleh orang yang sedang mempelajari bunyi-bunyi
bahasa beserta maknanya, atau oleh seseorang yang meninjau kembali
pernyataan atau oleh orang yang memukul ibu jarinya dengan palu (berbicara sendiri di
dalam hati).
2)
Mempergunakan suatu
sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andai kata pun
dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersarna itu tidak kurang pentingnya.
3)
Menerirna atau
mengetahui suatu daerah referensi umum. Daerah referensi
yang umum mungkin tidak selalu mudah dikenal/
ditentukan, namun pembicaraan menerima kecenderungan untuk menemukan satu di
antaranya.
4) Merupakan
suatu pertukaran antara partisipan. Kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan
penyimak.
5)
Menghubungkan setiap
pembicara dengan yang lain dan lingkungannya
dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang
nyata atau yang diharapkan, dari sang penyimak, dan sebaliknya. Jadi
hubungan itu bersifat-timbal-balik atau dua arah.
6)
Berhubungan alau berkailan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan berkas grafik-material,
bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan; bahwa berkas itu telah mungkin berbuat demikian, tentu
saja merupakan salah satu kenyataan
keunggulan budaya manusia.
7)
Hanya melibatkan aparat
atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa
dan pendengaran (vocal and auditory apparatus). Walaupun kegiatan-kegiatan
dalam pica audio-lingual dapat melepaskan gerak-visual dan grafik-material,
namun sebaliknya tidak akan terjadi; terkecuali bagi pantomim atau gambar, takkan ada pada gerakan dan
grafik itu yang tidak berdasar dari dan bergantung pada audio-lingual dapat berbicara
terus-menerus dengan orang-orang
yang tidak kita lihat, di rumah, di tempat bekerja, dan dengan telefon: percakapan-percakapan
seperti ini merupakan pembicaraan yang khas dalam bentuknya yang paling asli.
8) Secara
tidak timpang menghadapi berita dan memperlakukan apa yang nyata dan
apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh
pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para
pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka
masuki karena mereka dan manusia; berbicara sebagai titik pertemuan
kedua wilayah ini tetap memerlukan penelaahan Berita uraian yang lebih lanjut dan mendalam. (Brooks, 1964 : 30-31). Demikianlah Brooks mengetengahkan delapan
butir prinsip atau ciri suatu pembicaraan yang wajar.
Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, berbicara adalah ketrampilan yang harus diperhatikan
oleh guru. Penyampaian kosa kata yang salah akan menyebabkan kesalahan
penggunaan kosa kata pada anak untuk seterusnya dalam berbicara. Jika kesalahan
tersebut terus berlanjut tanpa ada perbaikan, maka ia akan mengalami kesulitan
membuat kode fonologis yang sesuai dengan semantik yang diinginkan ketika
berkomunikasi dengan orang lain.
Misalnya, pengaruh bahasa daerah dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
yang salah, kata “habis” berarti “tidak ada” dalam konteks kalimat: “Ayah
kemana?” “Ayah habis”.
Selain
memberikan bimbingan dan arahan yang benar, guru juga harus melatih siswa untuk
dapat berbicara di depan kelas dan di depan teman-temannya. Karena dengan
melatih mental mereka untuk berbicara di depan umum, guru telah melatih mereka
untuk kritis dan mau menanggapi kejadian yang ada di sekeliling mereka.
1.2.3 MEMBACA
Banyak para ahli berbeda pendapat tentang membaca.
Tetapi, pada dasranya mereka memiliki persamaan persepsi tentang membaca yaitu
membaca adalah sebuah proses. Proses yang dimaksud adalah proses seseorang yang
tidak tahu menjadi tahu. Allen dan Valette (1977: 249) menyatakan bahwa membaca
adalah sebuah proses berkembang (a
developmental process). Pada tahap awal, membaca adalah pengenalan
simbol-simbol huruf cetak (word recognition) yang terdapat dalam
sebuah wacana. Dari membaca huruf per huruf, kata per kata, kalimat per kalimat
kemudian berlanjut dengan membaca paragraf per paragraf dan esai pendek. Kustaryo
yang kurang lebih sama seperti yang diungkapkan Allen dan Valette (1977). Bagi
seorang pemula membaca berarti mengenal simbol (printed symbol) dari sebuah bahasa. Pemahaman bacaan secara
bertahap akan dikuasai setelah tahap pngenalan simbol-simbol huruf cetak
dikuasai oleh pembaca.
Setelah mengadopsi strategi-strategi membaca yang sesuai dengan
tujuannya, Davies (1997:1) memberikan pengertian membaca sebagai suatu proses
mental atau proses kognitif yang di dalam proses tersebut seorang pembaca dapat
mengikuti atau merespon pesan yang disampaikan oleh penulis. Dari keterangan
tersebut dapat ditentukan bahwa kegiatan membaca merupakan sebuah kegiatan yang
bersifat aktif dan interaktif. Dengan pengetahuannya, pembaca berusaha
mengikuti jalan pikiran penulis dan dengan daya kritisnya pembaca ditantang
untuk dapat merespon dengan menyetujui atau bahkan tidak menyetujui gagasan
atau ide-ide yang dikemukakan oleh seseorang melalui tulisannya.
Membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang hendaknya
disampaikan oleh penulis melalui media kata/bahasa tulis. Dari segi
linguistik, Anderson (1972: 209-210) menyatakan bahwa membaca adalah proses penyandian kembali dan
pembacaan sandi (a recording and decoding
process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan
penyandian (encoding). Sebuah aspek
pembacaan sandi (decoding) adalah
menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup
pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.
1.2.3.1 Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah mencari dan
memperoleh informasi mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Makna atau arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan
maksud dan tujuan dalam membaca. Berikut tujuan-tujuan membaca.
1) Membaca
untuk memperoleh perincian atau fakta (reading
for details and facts)
2) Memperoleh
ide utama (reading for main idea)
3) Mengetahui
urutan dan susunan, dan organisasi cerita (reading
for sequence or organization)
4) Menyimpulkan dan membaca interfensi (reading for inference)
5) Mengelompokkan,
membaca untuk mengklasifikasi (reading to
clasify)
6) Menilai,
membaca untuk mengvaluasi (reading for
evalute)
7) Memperbandingkan
dan mempertentangkan (reading to compore
or contrast).
Pada
Pendidikan Anak Usia Dini, membaca masih dalam tahap memecahkan atau membaca
kode-kode bunyi bahasa, misalnya melafalkan huruf dan dilanjutkan dengan
membaca kata. Cara pembelajaran membaca yang menyenangkan dan motivasi untuk
belajar membaca menjadi kunci keberhasilan guru untuk menanamkan suka menbaca
pada diri seorang siswa.
Pada fase
ini, guru memiliki peranan penting untuk membangkitkan motivasi siswa untuk
membaca, karena dengan membaca siswa
dapat mengetahui seluruh ilmu dan pengetahuan yang tidak terbatas. Jika
tidak, maka siswa yang tidak menyukai kegiatan membaca akan sulit untuk suka
membaca sampai pada pendidikan selanjutnya. Dalam hal ini, guru dapat
memberikan motivasi bahwa dengan membaca (di rumah) sebuah kisah yang sudah diceritakan sebagian oleh
guru di kelas akan membuat ia paham terlebih dahulu dari pada teman yang tidak
membaca. Pada saat ini, orang tua akan mengambil alih peran guru dalam
menanamkan sifat untuk menyiukai kegiatan membaca. Ini dapat dilakukan dengan
cara membacakan cerita bukan menceritakannya.
1.2.3.2 Tahapan Membaca
Tahap
I
Siswa
membaca lambang-lambang dan simbol bahasa dengan benar. Misalnya bisa membaca
huruf A sampai Z dengan benar.
Tahap
II
Siswa
membaca suku kata dengan merangkainya dalam sebuah kata. Misalnya BU-DI menjadi BUDI. Pada tahap ini dibutuhkan
latihan yang terus menerus dan seluruh siswa harus berlatih untuk membaca kata
di depan kelas. Bagi siswa yang mampu membaca kata, guru dapat memberi pujian
untuk meningkatkan motivasi untuk terus belajar membaca.
Tahap
III
Siswa
membaca kalimat sederhana yang terdiri atas tiga kata atau lebih. Misalnya pada
kalimat AKU SAYANG IBU, INDAH BERMAIN BONEKA, dan yang lainnya.
1.2.4 MENULIS
Menulis adalah suatu
kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa
dilakukan pada kertas dengan menggunakan
alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieoraglif (hieroglyph)
pada zaman mesir kuno.
Tulisan
dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Irak pada zaman dahulu
menciptakan tanda-tanda pada tanah
liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan
huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda. Kegiatan menulis berkembang
pesat sejak diciptakannya teknik percetakan
yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya
mereka mudah diterbitkan.
Ada perbedaan antara mengarang dan menulis, meskipun
esensinya sama menuliskan sesuatu. Mengarang adalah
keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan
pikiran melalui bahasa tulis. Dapat dikatakan bahwa mengarang adalah proses
pembingkisan gagasan oleh seseorang
terhadap orang lain, selain itu, mengarang juga merupakan proses komunikasi
antara dunia batin pengarang dengan dunia batin pembaca. Sedangkan menulis adalah kegiatan menciptakan suatu
kegiatan untuk menciptakan suatu catatan dan informasi pada suatu media dengan
menggunakan aksara atau bahasa. Dengan demikian, mengarang dan menulis memiliki
kesamaan atau kemiripan, yaitu membuat suatu tulisan atau catatan sebagai
bahasan informasi yang berdasarkan gagasan dan pikiran seseorang.
Pada Pendidikan anak Usia Dini, kegiatan menulis
berupa menuliskan lambang-lambang dan simbol A-Z dengan benar meliputi huruf
kapital dan huruf kecilnya. Selain itu, menulis pada tahap ini juga berupa
kegiatan menggambar, mewarnai untuk melatih agar sapat memegang alat tulis
dengan baik,.
Adapun kegiatan menulis pada tahap ini adalah:
1)
siswa menuliskan lambang A-Z dengan benar
2)
mewarnai gambar
3)
menggambar
4)
menulis kata
5)
menulis kalimat.
Kalau keterampilan mendengarkan/menyimak, dan berbicara lisan bagi anak usia dini apa yg anda sampaikaan oke... tetapi keterampilan membaca dan menulis ? Ini artinya anak usia 3 -4 tahun dan bahkan di bawahnya harus bisa membaca dan menulis?
BalasHapusKalau keterampilan mendengarkan/menyimak, dan berbicara lisan bagi anak usia dini apa yg anda sampaikaan oke... tetapi keterampilan membaca dan menulis ? Ini artinya anak usia 3 -4 tahun dan bahkan di bawahnya harus bisa membaca dan menulis?
BalasHapus