Jumat, 30 Desember 2011

KETRAMPILAN BERBAHASA ANAK USIA DINI


KETRAMPILAN BERBAHASA

1.1  BAHASA
Sebelum membahas ketrampilan berbahasa, seorang pendidik harus memahami apa yang disebut bahasa atau definisi dan ruang lingkap bahasa terlebih dahulu. Dengan adanya pemahaman yang tepat tentang bahasa, pendidik akan memiliki pemahaman yang benar, sehingga, mampu memberikan cara pembelajaran bahasa yang tepat sesuai dengan kebutuhan muridnya.
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1993:21). Dari dua definisi di atas  dapat disimpulkan bahwa bahasa harus memiliki sistem, berwujud simbol, yang kita lihat, kita dengar dalam lambang, serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi.
Bahasa digunakan oleh manusia dalam segala aktivitas kehidupan. Hakikatnya untuk mengganti, individual, kooperatif, dan sebagai alat komunikasi (pateda dan yeni, 1993:5). Dengan demikian bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi dan memenuhi kebutuhannya sebagai mahluk sosial.
            Bahasa yang digunakan dalam komunikasi sebenarnya melalui proses yang disebut proses bahasa. Seseorang yang sedang berbicara sesungguhnya menghasilkan bunyi-bunyi yang kita ketahui atau  asing. Bunyi bahasa yang kita mengerti menandakan bahwa pembicara memiliki bahasa yang sama dengan kita (Pateda, 1990:27-28). Apabila proses menggunakan bunyi-bunyi bahasa tersebut dapat berjalan dengan baik, maka akan terjadi komunikasi yang baik  antar sesamanya.
            Moulton  mengemukakan proses berbahasa yang terjadi dalam diri manusia pada saat berkomunikasi melalui sebelas tahapan. Tahapan tersebut adalah membuat kode semantik (makna), membuat kode gramatikal (susunan bentuk kata), membuat kode fonologis (fungsi bunyi), perintah ke otak, gerakan alat ucap, bunyi berupa getaran, perubahan getaran melalui telinga pendengar, getaran diteruskan ke otak, pemecahan kode fonologis, pemecahan kode gramatikal dan pemecahan kode semantik.
Kesebelas tahapan berbahasa di atas, dilalui tanpa sadar dan tanpa dipikirkan oleh manusia. Namun, jika tahapan atau proses berbahasa tersebut tidak berjalan dengan baik maka komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya, pembicara tidak dapat membuat kode fonologis yang sesuai dengan kode semantik yang diinginkan. Jika pembicara tidak dapat membuat kode fonologis tersebut, maka pendengar tidak akan memahami maksud pembicara atau akan terjadi kesalahpahaman antar keduanya.
Pada tahap anak usia dini, proses berbahasa dapat berjalan baik apabila ia mampu membuat kode-kode bahasa baik semantik, gramatikal dan fonologis dengan baik. Jika itu dapat dilakukan, maka, ia akan mampu melaksanakan komunikasi dengan baik. Kemampuan membuat kode tersebut harus ditunjang dan didukung oleh guru dan orang tua untuk dapat membuat ketiga kode tersebut dengan baik.
Ketidakmampuan anak membuat kode bahasa dapat dikarenakan kosa kata ynag masih sedikit, dan orang tua tidak memberitahu kode fonologis yang benar sesuai dengan kode semantiknya. Misalnya untuk menyatakan buang air besar adalah nyenyen ketika ada tamu. Kata nyenyen tidak memiliki arti apa-apa dan bukan merupakan bahasa baik bahasa daerah atau pun bahasa Indonesia. Hal ini akan menyebabkan anak tidak dapat menyampaikan keinginannya untuk buang air besar dengan baik dan orang lain tidak dapat memahami kata-katanya, kecuali si pembuat kode yaitu orang tua.
Untuk menjalankan tugasnya dengan baik guru bahasa harus merumuskan latihan-latihan yang akan dilakukan di kelas. Latihan-latihan yang dimaksud adalah memperkaya kosa kata anak dan lainnya.
Selain itu, seorang guru juga harus tahu delapan prinsip bahasa yang merupakan hakikat bahasa. Kedelapan prisip adalah sebagai berikut.
1)      Bahasa adalah sebuah sistem
Suatu sistem dengan pola yang kompleks dan suatu struktur dasar. Di dalam bahasa terdapat ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai dalam interaksi komunikasi dengan orang lain.
2)      Bahasa adalah vokal atau bunyi
Hanya ada satu bunyi dalan satu vokal. Hal ini, dipelajari dalam fonologi, yaitu membahas masalah fonemik dan fonetik.
3)      Bahasa tersusun dari lambang-lambang yang arbiter
Arbitrer berarti mana suka. Artinya dalam sebuah bahasa hubungan antara lambang dan makna bersifat mana suka.
4)      Setiap bahasa bersifat unik, mempunyai ciri khas
Pola pada setiap bahasa akan berbeda-beda. Perbedaan itu bersifat unik dan memiliki ciri khas untuk membedakan masing-masing.
5)      Bahasa dibangun atas kebiasan-kebiasaan
6)      Bahasa sebagai sarana komunikasi
Bahasa merupakan sarana yang utama dalam komunikasi, tanpa bahasa seseorang tidak dapat berinteraksi, meneksprikan gagasan kepada orang lain.
7)      Bahasa berhubungan dengan budaya setempat
Bahasa yang dipakai seseorang akan mencerminkan kebudayaan dan kehidupan pribadinya.



8)      Bahasa itu berubah dan dinamis
Bahasa itu selalu berubah, karena bahasa bersifat dinamis. Sebagai contoh untuk mengungkapkan satu pokok pikiran ada beberapa pola kalimat untuk menjelaskannya.

1.2  KOMPONON KETRAMPILAN BERBAHASA
Keterampilan berbahasa mempunyai ernpat komponen yaitu:
1)  keterampilan menyimak (listening skills)
2)  keterampilan berbicara (speaking skills)
3)   keterampilan mernbaca (reading skills)
4)   ketrarnpilan menulis (writing skills)
Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka-ragam. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Keempat keterampilan tersebut pada dasarnya merupakan suatu kesatuan, merupakan catur tunggal.
            Komponen ketrampilan bahasa tersebut dapat dikuasai seseorang dengan cara belajar baik di pendidikan formal ataupun nonformal. Pendidikan formal yang dimaksud adalah pendidikan di usia dini, sekolah dasar, dan seterusnya. Sedangkan pendidikan nonformal yaitu pendidikan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
            Penguasaan dan penggunaan ketrampilan berbahasa antara satu anak dengan lainnya berbeda-beda. Hal itu tergantung pada bakat anak dan pengaruh pendidikan yang menyertainya. Hal ini terjadi mengingat bahwa berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis) adalah suatu ketrampilan yang harus terus menerus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan anak.
            Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang komponen ketrampilan  berbahasa tersebut, maka seluruh komponen ketrampilan berbahasa akan dibahas secara terperinci pada bab selanjutnya. Komponen yang dimaksud adalah menyimak, berbicara, membaca dan menulis.
1.2.1 MENYIMAK
            Menyimak disebut juga mendengar, yaitu kemampuan seseorang untuk mendengarkan informasi. Mendengarkan sebagai salah satu ketrampilan berbahasa bukan hanya mendengarkan secara pasif. Tapi, dapat memahami dan merespon bahan atau materi yang didengar.
Menyimak adalah salah satu ketrampilan berbahasa yang berada pada lapisan pertama. Sebagai ketrampilan, menyimak menempati peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Menyimak merupakan kegiatan yang mendengarkan dengan seksama dengan dapat memahami arti, atau pokok pembicaraan. Sebagai contoh, ketika seseorang melakukan kegiatan menyimak dengan baik, maka ia akan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang tidak melakukan kegiatan menyimak dengan baik, maka ia tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Menyimak adalah proses kegiatan mendengar lambang-lambang lisan dengan penuh pengertian, pemahaman dan apreriasi serta informasi, menangkap isi dan memahami makna komunikasi yang disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1990:28). Sedangkan menurut Arono (2009) menyimak adalah kemampuan, kesanggupan, kecakapan seseorang menerima dan memahami apa yang diucapkan atau dibaca orang lain. Definisi tersebut diperkuat oleh Samsoerizal (2009), ia menyatakan bahwa menyimak menekankan pada pemahaman terhadap bahan simakan yang memerlukan ketrampilan aktif karena menyimak harus merekonstruksi pesan yang dimaksud oleh pembicara dan mengambangkan secara aktif baik secara linguistik maupun nonlinguistik.
            Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah kegiatan mendengarkan suatu informasi, kemudian memahaminya dan dapat mengembangkan bahan simakan tersebut secara kreatif. Suyono (1997:44) menyatakan bahwa menyimak dapat dipandang dari berbagai segi, diantaranya menyimak sebagai suatu sarana, ketrampilan, seni, proses, respon, dan pengalaman kreatif.
Tumbuhnya perhatian pengajaran pada pengajaran  menyimak sebagai salah satu ketrampilan berbahasa sebagai sarana penting penerimaan komunikasi dapat dilihat dari berbagai literatur. Meningkatnya kepentingan dan kegunaan menyimak menjadi salah satu hal yang penting dalam pengajaran.
            Pentingnya pengajaran menyimak bagi siswa akan memberikan hasil bahwa siswa yang mampu menyimak dengan baik akan dapat memahami pesan yang disampaikan dengan baik pula, begitu pula sebaliknya, jika dalam pengajaran tidak diterapkan dasar menyimak pada siswa, maka siswa tidak mampu memahami makna komunikasi yang disampaikan. Oleh karena itu, tugas seorang pengajar atau pendidik adalah dapat memberi arahan atau cara dan bagaimana menjadi penyimak yang baik, sehingga menghasilkan pemahaman yang benar.
1.2.1.1  Tujuan Menyimak
Tujuan menyimak adalah untuk menangkap atau memahami pesan, ide serta gagasan yang terdapat dalam materi atau bahan simakan. Dengan demikian, tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut:
1)      untuk memperoleh fakta
2)      untuk menganalisis fakta
3)      untuk mengevaluasi fakta
4)      untuk mendapatkan inspirasi
5)      untuk mendapatkan hiburan.
        Guru pada Pendidikan Anak Usia Dini dapat mengadakan kegiatan menyimak pada siswa untuk mendapatkan hiburan, dan menjelaskan fakta. Misalnya bahan simakan berupa hikmah dari cerita kancil yang sombong, selain untuk hiburan siswa dapat memahami fakta bahwa sikap sombong tidak baik dan akan membawa seseorang dalam keadaan yang hina dan tidak disenangi oleg orang lain.
1.2.1.2  Langkah-Langkah Menyimak
Ada beberapa aktivitas yang harus dilakukan pada saat menyimak. Irwin dan Rosenberger (dalam Sutoyo, 1997:45) mengemukakan 4 langkah dalam proses menyimak yaitu:
1)      mendengar
penyimak harus memiliki panca indra yang cukup baik dan memiliki kemampuan menginterpretasi pesan secara penuh
2)      memahami
penyimak harus memahami makna yang diungkapkan pembicara
3)      mengevaluasi
penyimak memutuskan menerima atau menolak pesan tersebut
4)      merespon
penyimak mampu memberi saran kepada pembaca.
Keempat langkah tersebut sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58) yang menyatakan bahwa menyimak tidak hanya sebatas mendengar (hearing), tetapi memerlukan kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara, menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat yang disimaknya dan menanggapi (responding) gagasan yang dikemukakan pembicara.
Pada pendidikan anak usia dini, langkah-langkah ini belum berjalan maksimal, karena mereka belum bisa untuk mengkoreksi dengan memberikan saran kepada pembicara, tetapi mereka bisa meminta kepada pembicara untuk menceritakan ulang atau bercerita dengan tema yang sama. Mereka juga memiliki cara merespon dengan yang berbeda yaitu dengan cara bertanya jika belum memahami materi dan menyetujui gagasan pembicara dengan berkata “Ya” atau “Kita paham” dan “Ayo berlatih”.
1.2.1.3  Faktor Keberhasilan menyimak
            Ada empat hal yang mempengaruhi keberhasilan menyimak yaitu unsur pembicara, materi, penyimak dan situasi. Berikut penjabaran masing-masing.
1)  Pembicara
Pembicara harus menguasai materi, percaya diri, berbicara sistematis dengan volume suara yang cukup, harus menarik perhatian siswa dan memiliki materi dan penyampaian yang bervariasi.
2)  Materi
Materi yang diberikan harus menyenangkan seperti cerita hewan, kisah nabi, dan lain sebagainya, bermanfaat, menggunakan media yang menyenangkan.
3)  Penyimak
Penyimak diharapkan dalam kondisi yang baik, berkonsentrasi, memiliki minat dalam menyimak.
 4) Situasi
Unsur ini mencakup waktu dan suasana.
a)      Waktu penyimakan
Pagi hari adalah waktu yang tepat untuk melaksanakan kegiatan menyimak dari pada siang hari. Hal ini dapat dilakukan pada jam pertama pelajaran dimulai.
b)      Suasana penyimakan
Suasana merupakan kedaan pada saat atau proses menyimak terjadi. Suasana menyimak harus menyenangkan dan untuk mendapat hasil yang maksimal, maka materi harus sesuai dengan suasana. Misalnya, bulan Ramadan adalah suasana yang baik untuk menyimak hal-hal religius dan ringan, bulan Agustus cocok untuk menceritakan kepahlawanan di Indonesia.

1.2.1.4  Belajar dengan Menyimak
Mempelajari bahasa dapat dilakukan dengan cara menyimaknya, menirunya dan mempraktekkannya. Tahap pertama adalah menyimak, dalam pembelajaran  bahasa, menyimak bertujuan untuk mengetahui kosa kata, intonasi, bunyi dan makna yang dikandung dalan satu kata atau kalimat. Dengan demikian  ia akan dapat menirukannya, dengan memperhatikan benar tidaknya bunyi, intonasi dari kata atau kalimat yang diucapkan. Kedua tahap tersebut tidak akan dipahami oleh seseorang jika tidak mempraktekkannya. Maka ada beberapa langkah yang dapat dilakukan seseorang dalam pembelajan  bahasa dengan menyimak.
Langkah pertama, menentukan makna, seorang guru harus menerangkan makna setiap ekspresi atau kalimat baru yang hendak diajarkan pada siswa.
Langkah kedua, memperagakan ekspresi. Seorang gruru harus mengucapkan pokok  dan hal baru itu beberapa kali, agar siswa dapat memahaminya
Langkah ketiga, menyuruh mengulangi. Seorang guru hendaknya meminta siswa untuk mengulangi apa yang disebutkan dan diperagakan sebelumnya.
Langkah keempat, memberikan latihan ekstensif.
1.2.1.5 Penyimak yang Baik
            Ada beberapa langkah untuk menjadi penyimak yang baik. Hal ini bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan menyimak, terutama pada perilaku menyimak. Langkah-langkah ini harus diketahui penyimak dan guru yang akan melakukan kegiatan menyimak untuk muridnya. Berikut penjelasan masing-masing.
1) Menerima keanehan pembicara
Setiap orang memiliki ciri khas yang berbeda dengan orang lain. Ciri khas tersebut disebut idiolek. Setiap ciri khas akan menunjukkan pada kehidupan, budaya, dan cara berpikinya.  Perbedaan tersebut akan dirasa aneh oleh orang lain yang dapat disebabkan oleh perbedaan wilayah, fisik, dan psikologis masing-masing. 
Penyimak yang baik akan menerima perbedaan cara berbicara pada seorang pembicara dan tidak menganggapnya sebagai lelucon yang harus ditertawakan atau dihinakan. Dengan adanya penerimaan cara berbicara orang, ia akan berusaha memahami isi materi yang disampaikan.
Pada anak usia dini, sikap menerima keanehan dan ciri berbicara orang yang berbeda atau lebih dikenal dengan cara berbicara “agak aneh” tidak begitu saja tumbuh dalam dirinya. Sikap mau menerima dan mengerti harus dipandu atau diarahkan dan dijelaskan oleh guru. Dengan adanya mau menerima keanehan orang lain, maka ia sudah menjalankan sikap menghargai orang lain.
2) Memperbaiki sikap
Memperbaiki sikap adalah upaya diri seseorang untuk menyimak secara optimal dan  menghilang sikap tidak mengacuhkan materi pembicaraan yang sedang berlangsung. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menghormati pembicara dengan mendengarkannya.
3) Memperbaiki lingkungan
Lingkungan yang dapat merusak konsentrasi harus dihilangkan agar tidak menghambat proses dan kegiatan menyimak yang sedang berlangsung. Misalnya, menghentikan tangisan murid yang lain agar suara guru dapat terdengar dan konsentrasi yang lainnya tidak terganggu.
4) Tidak memotong pembicara dalam menjelaskan materi
Guru  harus memberi pengertian bahwa menyela pembicaraan orang lain atau pun guru  tidak baik. Dengan demikian, guru harus memberikan waktu khusus untuk anak bertanya dan mengomentari.
5) Membuat catatan
Membuat catatan tentang materi menyimak membantu penyimak memahami dan menemukan informasi baru atau membedakan antara informasi lama dan informasi baru.
Pada anak usia dini, mereka harus belajar mencatat lambang dan bunyi-bunyi bahasa dengan panduan guru. Misalnya A ada dua macam yaitu A dan a dengan perincian  A adalah huruf kapital dan a adalah huruf kecil.
6) Menyimak secara rasional
Menyimak membutuhkan ketelitian dan kesunggguhan dengan menggunakan daya pikir yang rasional. Artinya, bahan simakan harus dapat dilogikakan dengan teori yang sudah ada dan masuk akal.
Pada Pendidikan Anak Usia Dini, guru harus mengambil bahan atau materi pelajaran yang bisa dicerna oleh akal dan bersifat logis. Misalnya, mengajarkan cara berdoa yang baik dan alasannya. Jika  tidak menyampaikannya secara logis,  maka murid akan memiliki pemahaman yang tidak logis atau “karena begitulah kata Bu Guru”.
7) Berlatih menyimak bahan-bahan yang sulit
Berlatih menyimak bukan hanya untuk menyimak secara kebetulan, tetapi harus membiasakan diri menyimak dengan sengaja dan penuh ketelitian untuk mendapat pemahaman yang dalam. Bahan simakan bahasa baik dalam bentuk kalimat atau lainnya dapat dijadikan bahan simakan yang bermutu dengan mencari kesalahan kalimat dan menganalisisnya.
Pada taraf ini, anak usia dini hendaknya memiliki materi yang bervariasi atau beraneka ragam. Tidak hanya tentang satu materi yang sudah umum dan selalu diulang-ulang. Misalnya, guru menceritakan kisah Nabi Muhammad pada pertemuan pertama hari Senin dan Nabi Ibrahim pada hari Selasa. Guru dapat meminta siswa untuk menceritakan kembali kisah Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim pada hari Rabu, dan mencari hikmah di balik kisah dua nabi tersebut.
8) Memanfaatkan waktu secara bijaksna
Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin untuk menyimak akan membiasakan seseorang memahami hal, informasi baru sehingga otak dapat bekerja secara optimal. Hal ini juga akan bermanfaat untuk mendapat pengalaman dan pengetahuan yang luas.
Agar tujuan dapat dicapai sesuai dengan harapan, bahwa seseorang dapat menyimak dengan baik, maka harus ada siasat dalam menyimak, yaitu dengan cara:
a)      membuang prasangka
b)      memanfaatkan umpan balik nonverbal dan menggunakan umpan balik verbal
c)      mengemukakan pertanyaan yang jitu dan beguna
d)     mempraktekkan segala infomasi yang ada sesuai dengan situasi dan tujuan masing-masing.
            Keempat cara tersebut, belum bisa dipahami anak usia dini. Oleh sebab itu, peranan guru dalam mengarahkan dan membimbing siswa sangat perlu untuk mendapatkan pemahaman yang baik dan benar.
1.2.1.6  Penyimak Jelek
            Ada beberapa sikap yang harus dihindari agar tidak menjadi penyimak yang jelek, yaitu penyimak yang tidak dapat memahami ujaran. Berikut sikap penyimak yang jelek.
1)      Tidak mau menerima keanehan sang pembicara
2)      Tidak mau memperbaiki sikap
3)      Tidak mau memperbaiki lingkungan
4)      Tidak dapat menahan diri
5)      Tidak mau membuat catatan
6)      Tidak mau memahami tujuan khusus
7)      Tidak memanfaat waktu secara bijak
8)      Tidak dapat menyimak secara rasional
9)      Tidak mau berlatih menyimak hal-hal yang sulit
1.2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Menyimak
            Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menyimak. Hunt (dalam Tarigan, 1980:97) menyatakan ada lima faktor yang mempengaruhi menyimak, yaitu sikap, motivasi, pribadi, situasi kehidupan, dan peranan dalam masyarakat. Webb menambahkan faktor-faktor tersebut dengan pengalaman, pembawaan, sikap atau pendirian, motivasi atau daya pengerak dan pebedaan jenis kelamin dan seks. Ada pula pakar yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi menyimak dalah faktor lingkungan, yang terdiri atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial, fakto fisik, faktor psikologis, dan faktor pengalaman.
1) Faktor fisik
            Faktor fisik dapat berupa fisik penyimak dan fisik lingkungan tempat menyimak berlangsung. Faktor fisik sangat mempengaruhi keefektifan menyimak seseorang. Lingkungan fisik merupakan modal penting yang menentukan keberhasilan proses kegiatan menyimak. Sebagai contoh, ruangan yang terlalu sempit panas dan lembab akan menganggu penyimak dalam memahami makna dan informasi yang diungkapkan pembicara.
2)  Faktor psikologis
            Selain faktor fisik yang menghambat kegiatan menyimak faktor psikologis juga sangat mempengaruhi proses menyimak yang sedang berlangsung. Faktor-faktor psikologis mencakup masalah-masalah sebagai berikut :
a)      prasangka dan kurangnya simpati terhadap pembicara
b)      keegosentrisan dan keasikan terhadap minat pribadi
c)      kepicikan yang menyebabkan pandangan yang kurang luas
d)     kebosanan dan kejenuhan
e)      sikap yang tidak layak terhadap sekolah
3)  Faktor pengalaman
Seorang penyimak yang mampu memahami materi atau bahan simakan dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Pengalaman akan mempengauhi cara bepikir, memecahkan masalah dan lain sebagainya, sehingga, memberikan hasil pemahaman yang berbeda pula.
4)  Faktor sikap
            Sikap yang mau bekerja sama dengan oarng lain dengan menghargai dan mau memahami materi dan infomasi yang disampaikan akan membuat seseorang mendapatkan pemahaman yang mudah dibandingkan dengan sikap acuh dan tidak peduli, dan sikap egoisme yang ditonjolkan.
5)  Faktor motivasi
            Motivasi adalah salah satu faktor penentu keberhasikan menyimak.  Hal ini disebabkan oleh keinginan dan kemauan serta kesanggupan untuk menyimak infomasi atau bahan simakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Motivasi untuk siswa di Pendidikan Anak Usia Dini adalah peranan dan dukungan guru dan orang tuanya.
6)  Faktor jenis kelamin
            Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa cara pikir perempuan dan laki-laki berbeda. Berikut perbedaan masing-masing.
Laki-laki: objektif, aktif, keras hati, analisis, rasinal, tidak mau mundur, netral, berdikari dan menguasai emosi.
Sedangkan perempuan: subjektif, pasif, simpatik, difusif, sensitif, mudah terpengaruh, cenderung memihak, mudah mengalah, reseptif, dan emosinal.
7)   Faktor peranan dalam masyarakat
            Peranan dalam masyarakat adalah status yang dimiliki seseorang dalam masyarakat. Perbedaan status akan mempengaruhi cara menyimak dan cara berpikir seseorang. Misalnya, seorang antropolog akan memiliki cara berpikir yang berbeda dengan dokter, guru dengan petani mahasiswa dengan siswa SD, dan lain sebagainya.
1.2.2 BERBICARA
Linguis (pakar bahasa) berkata bahwa "speaking is language". Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak. Pada saat itulah, kemampuan berbicara dipelajari.
Berbicara berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa. Juga perlu kita sadari bahwa keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif dalam keterampilan-keterampilan berbahasa yang lainnya itu (Greene & Petty, 1971: 39- 40).
Ujaran (speech) merupakan suatu bagian yang integral dari keseluruhan personalitas atau kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak sosial, dan pendidikannya. Aspek-aspek lain, seperti cara berpakaian atau mendandani pengantin, adalah bersifat eksternal, tetapi ujaran sudah bersifat inheren, pembawaan.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suata sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang rnemanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologic, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, secara lugas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Dengan demikian maka berbicara itu bukan hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan­-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Mulgrave, 1954 : 3-4). Dengan demikian berbicara bukan mengeluarkan bunyi tapi memberikan informasi kepada orang lain dengan suatu cara tertentu yang membuat pendengar memahaminya.
Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomukasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya; dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Bahasa dapat berfungsi beraneka ragam. Apakah sebagai alat sosial (social tool) ataupun sebagai alat perusahaan maupun profesional (business or professional tool), maka pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu :
1)      memberitahukan, melaporkan (to inform)
2)      menjamu, menghibur (to entertain)
3)      membujuk, mengajak, medesak, meyakinkan (to persuade).
Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itu pun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan (Ochs and Winker, 1979: 9).  Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah ketrampilan berbahasa yang produktif unruk memberi informasi dan lainnya.
Selanjutnya perlu pula kita pahami beberapa prinsip umum yang mendasari kegiatan berbicara. Prinsip tersebut akan diuraikan sebgai berikut.
1)      Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi, misalnya oleh orang yang sedang mempelajari bunyi-bunyi bahasa beserta maknanya, atau oleh seseorang yang meninjau kembali pernyataan atau oleh orang yang memukul ibu jarinya dengan palu (berbicara sendiri di dalam hati).
2)      Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andai kata pun dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersarna itu tidak kurang pentingnya.
3)      Menerirna atau mengetahui suatu daerah referensi umum. Daerah referensi yang umum mungkin tidak selalu mudah dikenal/ ditentukan, namun pembicaraan menerima kecenderungan untuk menemukan satu di antaranya.
4)      Merupakan suatu pertukaran antara partisipan. Kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
5)      Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lain dan  lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan, dari sang penyimak, dan sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat-timbal-balik atau dua arah.
6)      Berhubungan alau berkailan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan berkas grafik-material, bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan; bahwa berkas itu telah mungkin berbuat demikian, tentu saja merupakan salah satu kenyataan keunggulan budaya manusia.
7)      Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara/bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and auditory apparatus). Walaupun kegiatan-kegiatan dalam pica audio-lingual dapat melepaskan gerak-visual dan grafik-material, namun sebaliknya tidak akan terjadi; terkecuali bagi pantomim atau gambar, takkan ada pada gerakan dan grafik itu yang tidak berdasar dari dan bergantung pada audio-lingual dapat berbicara terus-menerus dengan orang-­orang yang tidak kita lihat, di rumah, di tempat bekerja, dan dengan telefon: percakapan-percakapan seperti ini merupakan pembicaraan yang khas dalam bentuknya yang paling asli.
8)      Secara tidak timpang menghadapi berita dan memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki karena mereka dan manusia; berbicara sebagai titik pertemuan kedua wilayah ini tetap memerlukan penelaahan Berita uraian yang lebih lanjut dan mendalam. (Brooks, 1964 : 30-31). Demikianlah Brooks mengetengahkan delapan butir prinsip atau ciri suatu pembicaraan yang wajar.

Pada Pendidikan Anak Usia Dini, berbicara adalah ketrampilan yang harus diperhatikan oleh guru. Penyampaian kosa kata yang salah akan menyebabkan kesalahan penggunaan kosa kata pada anak untuk seterusnya dalam berbicara. Jika kesalahan tersebut terus berlanjut tanpa ada perbaikan, maka ia akan mengalami kesulitan membuat kode fonologis yang sesuai dengan semantik yang diinginkan ketika berkomunikasi dengan  orang lain. Misalnya, pengaruh bahasa daerah dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang salah, kata “habis” berarti “tidak ada” dalam konteks kalimat: “Ayah kemana?”  “Ayah habis”.
            Selain memberikan bimbingan dan arahan yang benar, guru juga harus melatih siswa untuk dapat berbicara di depan kelas dan di depan teman-temannya. Karena dengan melatih mental mereka untuk berbicara di depan umum, guru telah melatih mereka untuk kritis dan mau menanggapi kejadian yang ada di sekeliling mereka.
1.2.3 MEMBACA
Banyak para ahli berbeda pendapat tentang membaca. Tetapi, pada dasranya mereka memiliki persamaan persepsi tentang membaca yaitu membaca adalah sebuah proses. Proses yang dimaksud adalah proses seseorang yang tidak tahu menjadi tahu. Allen dan Valette (1977: 249) menyatakan bahwa membaca adalah sebuah proses berkembang (a developmental process). Pada tahap awal, membaca adalah pengenalan simbol-simbol  huruf cetak (word recognition) yang terdapat dalam sebuah wacana. Dari membaca huruf per huruf, kata per kata, kalimat per kalimat kemudian berlanjut dengan membaca paragraf per paragraf dan esai pendek. Kustaryo yang kurang lebih sama seperti yang diungkapkan Allen dan Valette (1977). Bagi seorang pemula membaca berarti mengenal simbol (printed symbol) dari sebuah bahasa. Pemahaman bacaan secara bertahap akan dikuasai setelah tahap pngenalan simbol-simbol huruf cetak dikuasai oleh pembaca.
          Setelah mengadopsi strategi-strategi membaca yang sesuai dengan tujuannya, Davies (1997:1) memberikan pengertian membaca sebagai suatu proses mental atau proses kognitif yang di dalam proses tersebut seorang pembaca dapat mengikuti atau merespon pesan yang disampaikan oleh penulis. Dari keterangan tersebut dapat ditentukan bahwa kegiatan membaca merupakan sebuah kegiatan yang bersifat aktif dan interaktif. Dengan pengetahuannya, pembaca berusaha mengikuti jalan pikiran penulis dan dengan daya kritisnya pembaca ditantang untuk dapat merespon dengan menyetujui atau bahkan tidak menyetujui gagasan atau ide-ide yang dikemukakan oleh seseorang melalui tulisannya.
            Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendaknya  disampaikan oleh penulis melalui media kata/bahasa tulis. Dari segi linguistik, Anderson (1972: 209-210) menyatakan bahwa  membaca adalah proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna.

1.2.3.1  Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah mencari dan memperoleh informasi mencakup isi, dan memahami makna bacaan. Makna atau arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud dan tujuan dalam membaca. Berikut tujuan-tujuan membaca.
1)      Membaca untuk memperoleh perincian atau fakta (reading for details and facts)
2)      Memperoleh ide utama (reading for main idea)
3)      Mengetahui urutan dan susunan, dan organisasi cerita (reading for sequence or organization)
4)       Menyimpulkan dan membaca interfensi (reading for inference)
5)      Mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasi (reading to clasify)
6)      Menilai, membaca untuk mengvaluasi (reading for evalute)
7)      Memperbandingkan dan mempertentangkan (reading to compore or contrast).
Pada Pendidikan Anak Usia Dini, membaca masih dalam tahap memecahkan atau membaca kode-kode bunyi bahasa, misalnya melafalkan huruf dan dilanjutkan dengan membaca kata. Cara pembelajaran membaca yang menyenangkan dan motivasi untuk belajar membaca menjadi kunci keberhasilan guru untuk menanamkan suka menbaca pada diri seorang siswa.
Pada fase ini, guru memiliki peranan penting untuk membangkitkan motivasi siswa untuk membaca, karena dengan membaca siswa  dapat mengetahui seluruh ilmu dan pengetahuan yang tidak terbatas. Jika tidak, maka siswa yang tidak menyukai kegiatan membaca akan sulit untuk suka membaca sampai pada pendidikan selanjutnya. Dalam hal ini, guru dapat memberikan motivasi bahwa dengan membaca (di rumah) sebuah  kisah yang sudah diceritakan sebagian oleh guru di kelas akan membuat ia paham terlebih dahulu dari pada teman yang tidak membaca. Pada saat ini, orang tua akan mengambil alih peran guru dalam menanamkan sifat untuk menyiukai kegiatan membaca. Ini dapat dilakukan dengan cara membacakan cerita bukan menceritakannya.
1.2.3.2  Tahapan Membaca
Tahap I
Siswa membaca lambang-lambang dan simbol bahasa dengan benar. Misalnya bisa membaca huruf A sampai Z dengan benar.
Tahap II
Siswa membaca suku kata dengan merangkainya dalam sebuah kata. Misalnya  BU-DI menjadi BUDI. Pada tahap ini dibutuhkan latihan yang terus menerus dan seluruh siswa harus berlatih untuk membaca kata di depan kelas. Bagi siswa yang mampu membaca kata, guru dapat memberi pujian untuk meningkatkan motivasi untuk terus belajar membaca.
Tahap III
Siswa membaca kalimat sederhana yang terdiri atas tiga kata atau lebih. Misalnya pada kalimat AKU SAYANG IBU, INDAH BERMAIN BONEKA, dan yang lainnya.
1.2.4 MENULIS
Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Menulis biasa dilakukan pada  kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieoraglif (hieroglyph) pada zaman mesir kuno.         
Tulisan dengan aksara muncul sekitar 5000 tahun lalu. Orang-orang Irak pada zaman dahulu menciptakan tanda-tanda pada tanah liat. Tanda-tanda tersebut mewakili bunyi, berbeda dengan huruf-huruf hieroglif yang mewakili kata-kata atau benda. Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Ada perbedaan antara mengarang dan menulis, meskipun esensinya sama menuliskan sesuatu. Mengarang adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan pikiran melalui bahasa tulis. Dapat dikatakan bahwa mengarang adalah proses pembingkisan gagasan oleh seseorang terhadap orang lain, selain itu, mengarang juga merupakan proses komunikasi antara dunia batin pengarang dengan dunia batin pembaca. Sedangkan menulis adalah kegiatan menciptakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan dan informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara atau bahasa. Dengan demikian, mengarang dan menulis memiliki kesamaan atau kemiripan, yaitu membuat suatu tulisan atau catatan sebagai bahasan informasi yang berdasarkan gagasan dan pikiran seseorang.
Pada Pendidikan anak Usia Dini, kegiatan menulis berupa menuliskan lambang-lambang dan simbol A-Z dengan benar meliputi huruf kapital dan huruf kecilnya. Selain itu, menulis pada tahap ini juga berupa kegiatan menggambar, mewarnai untuk melatih agar sapat memegang alat tulis dengan baik,.
Adapun kegiatan menulis pada tahap ini adalah:
1)      siswa menuliskan lambang A-Z dengan benar
2)      mewarnai gambar
3)      menggambar
4)      menulis kata
5)      menulis kalimat.

2 komentar:

  1. Kalau keterampilan mendengarkan/menyimak, dan berbicara lisan bagi anak usia dini apa yg anda sampaikaan oke... tetapi keterampilan membaca dan menulis ? Ini artinya anak usia 3 -4 tahun dan bahkan di bawahnya harus bisa membaca dan menulis?

    BalasHapus
  2. Kalau keterampilan mendengarkan/menyimak, dan berbicara lisan bagi anak usia dini apa yg anda sampaikaan oke... tetapi keterampilan membaca dan menulis ? Ini artinya anak usia 3 -4 tahun dan bahkan di bawahnya harus bisa membaca dan menulis?

    BalasHapus